Selasa, 13 Februari 2018

Sekilas Catatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung

oleh Yoga Gandara
Mahasiswa Pascasarjana UPI Bandung

Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman di perkotaan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh yang rentan dengan bencana banjir/longsor serta semakin hilangnya ruang terbuka (Openspace) untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial,  ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Terbitnya Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan berkelanjutan yang harus menjadi salah satu konsen utama dalam pembangunan baik di negara maju maupun negara berkembang. Di dalam negeri sendiri, Undang-undang tersebut juga sejalan dengan semakin kritisnya kondisi lingkungan di Indonesia yang ditandai dengan fenomena semakin sering dan besarnya banjir, serta tanah longsor yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia.
Dalam  rangka merespon hal-hal tersebut pada Undang-undang Nomor 26/2007, muatan terkait dengan isu lingkungan hidup semakin ditekankan. Salah satunya adalah dalam kaitan dengan Perencanaan Ruang Wilayah Kota yang diharuskan memuat rencana penyediaan dan pemanfatan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Undang-undang tersebut mencantumkan bahwa setiap kota dalam rencana tata ruang wilayahnya diwajibkan untuk mengalokasikan sedikitnya 30% dari ruang atau wilayahnya untuk Ruang Terbuka Hijau, dimana 20% diperuntukan bagi Ruang Terbuka Hijau publik yang merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah kota dan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, serta 10% diperuntukan bagi Ruang Terbuka Hijau privat pada lahan-lahan yang dimiliki oleh swasta atau masyarakat.
Kebijakan yang menjadi acuan dalam Pemeliharaan Ruang terbuka Hijau (RTH) ialah Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, selanjutnya Pemerintah Kota Bandung berupaya untuk merealisasikannya dengan lahirnya Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Namun hal yang lebih penting sebenarnya ialah bukan hanya sebatas kebijakan itu dibuat, tetapi bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut.
Kebijakan pemerintah kota dan pemerintah pusat tentu tidak boleh saling bertentangan, sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan pemerintah kota akan mewujudkan keharmonisan peraturan dan tercipta masyarakat yang kondusif memahami setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Setiap kebijakan pemerintah kota mengacu kepada Undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah kota menjalankan melalui Peraturan Daerah (Perda) menyesuaikan dengan kondisi dan karakter masyarakat kota tersebut pasca otonomi daerah.
RTH merupakan salah satu unsur penting dalam membentuk lingkungan kota yang nyaman dan sehat, selain itu mendukung manfaat ekologis, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika kota. Jadi penting untuk mendukung agar pemeliharaan RTH tetap dilakukan, lebih baik lagi apabila bisa menambah luasan RTH. Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Pemakaman dan Pertamanan guna memelihara RTH melakukan upaya pemeliharaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pemeliharaan yang dilakukan yang diutamakan ialah jalur hijau jalan dan taman-taman kota.
Berdasarkan data dari Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung, saat ini Kota Bandung hanya memiliki lahan RTH sebesar 8,87% dari luas wilayah Kota Bandung. Untuk itu Pemerintah Kota berupaya melakukan pemeliharaan lahan tersebuat agar tetap terjaga dan berkoordinasi dengan Dinas Tata Ruang dan Karya Cipta mengenai rekomendasi lahan yang akan dijadikan RTH.
Permasalahan beralih fungsinya lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan masyarakat, terutama di daerah perkotaan. Masalah pengalih fungsian lahan RTH di Indonesia khususnya Kota Bandung dengan luas lahan 16.726 Ha dan jumlah penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa tergolong kota yang padat penduduk. Sebuah konsekuensi logis yang akan membawa berbagai dampak pembangunan, antara lain apabila tidak ada keseimbangan dalam pemanfaatan antara ruang terbangun dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) akan terjadi degradasi lingkungan.
Pembangunan haruslah terjadi dan berorientasi pada terbentuknya kota yang maju secara ekonomi dan nyaman secara ekologi. Tekanan sosial, ekonomi, dan budaya akibat peningkatan penduduk Kota Bandung menyebabkan perubahan pada pemanfaatan ruang secara signifikan, dimana karena kebutuhan sarana dan infrastruktur kota menyebabkan Ruang Terbuka Hijau semakin termarjinalkan.
Pemeliharaan RTH merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas agar RTH dapat berkelanjutan. Pemeliharaan meliputi kegiatan penyulaman, pendangiran, pemupukan, penyiraman, pembabatan, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, dan penebangan pohon. Pemerintah Kota wajib melakukan pemeliharaan dengan melibatkan pelaku pembangunan. Pemeliharaan RTH dikoordinasikan oleh Walikota, dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas yang membidangi pengelolaan RTH.
Dalam rangka perencanaan pengelolaan RTH, Pemerintah Daerah menyusun master plan dengan berpedoman pada dokumen perencanaan ruang di Daerah. Master plan yang dimaksud itu memuat:
a.       zonasi pemanfaatan RTH sesuai dengan jenis RTH sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah; dan
b.      analisis kebutuhan RTH sesuai dengan pola sebaran sub wilayah kota yang terdiri dari : penetapan luas RTH, jenis dan kriteria vegetasi, serta elemen estetika pendukung RTH.

Permasalahan beralih fungsinya lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan masyarakat, terutama di daerah perkotaan. Masalah pengalih fungsian lahan RTH di Indonesia khususnya Kota Bandung dengan luas lahan 16.726 Ha dan jumlah penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa tergolong kota yang padat penduduk. Sebuah konsekuensi logis yang akan membawa berbagai dampak pembangunan, antara lain apabila tidak ada keseimbangan dalam pemanfaatan antara ruang terbangun dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) akan terjadi degradasi lingkungan.
Dalam implementasi kebijakan pelaksanaan tentang pemeliharaan RTH, walikota bertanggung jawab atas kegiatan pengawasan dan pengelolaan. Pengawasan yang dimaksud meliputi: (1) pemantauan, (2) monitoring, dan (3) evaluasi. Pengawasan tersebut didelegasikan kepada Kepala SKPD yang membidangi pemeliharaan RTH dan hasilnya dilaporkan kepada walikota secara berkala setiap triwulan.
Pemantauan dilakukan dalam rangka mencermati dan mengantisipasi terjadinya kerusakan RTH. Monitoring dilakukan oleh Kepala SKPD yang membidangi pengelolaan RTH dalam rangka mengidentifikasi dan menginventarisasi seluruh kegiatan pemanfaatan dan pemeliharaan RTH. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh kegiatan pengelolaan RTH secara terkoordinasi dan terpadu dengan melibatkan SKPD terkait kemudian dilaporkan kepada Walikota sebagai bahan perumusan kebijakan pengelolaan RTH.
Selanjutnya Pemerintah Kota melakukan pengendalian sebagaimana tercantum dalam Perda Kota Bandung Nomor 7 tentang Pengelolaan RTH yang meliputi: (1) perizinan, (2) penertiban, (3) penegakan hukum. Lingkup tujuan pengendalian RTH itu antara lain:
a.       target pencapaian ketersediaan RTH;
b.      fungsi dan manfaat RTH;
c.       luas dan lokasi RTH; dan
d.      kesesuaian spesifikasi pemanfaatan lahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan data dari Rencana Strategis Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung dijelaskan bahwa yang menjadi hambatan Diskamtam yaitu:
a.       Aspek spasial ruang:  Belum ada masterplan RTH, pola sebaran RTH belum merata
b.      Aspek Kelembagaan: belum ada sinergitas program antar instansi terkait; Pendanaan, SDM dan Pendukung operasional belum optimal
c.       Aspek Masyarakat : kurangnya awarness dari masyarakat terhadap eksistensi RTH sebagai  Ruang Publik

Hal lain yang menjadi hambatan dalam upaya pemeliharaan RTH di Kota Bandung adalah pihak swasta yang hanya ingin mencari keuntungan untuk pribadinya. Banyak lahan-lahan RTH yang telah beralih fungsi yang seharusnya menjadi taman-taman kota, hutan-hutan kota, banyak ditumbuhi pohon, tetapi malah dijadikan bangunan-bangunan yang bernilai komersil. Ini menjadi tugas bersama untuk memantau agar jangan sampai ada RTH yang beralih fungsi lagi.
Berdasarkan hasil pemaparan di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai hambatan-hambatan yang dialami oleh Pemerintah Kota dalam upaya pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung ini yaitu;      (1) ketersediaan Sumber Daya Manusia dilihat dari kualitas dan kuantitas, (2) keterbatasan sumber dana atau anggaran, (3) sangat minimnya sarana dan prasarana pendukung operasional Diskamtam untuk memelihara RTH di Kota Bandung, (4) kurangnya kesadaran warga masyarakat untuk peduli dan memelihara lingkungan khususnya RTH , dan (5) pihak swasta yang hanya berorientasi komersil.
Sementara upaya-upaya yang dapat dilakukan sebagai masukan dalam pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung, Pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung telah melakukan beberapa upaya, antara lain:
1)      Intensifikasi penataan dan pemeliharaan RTH melalui peningkatan kualitas RTH pada lahan-lahan yang sudah ada seperti; penataan dan pemeliharaaan taman-taman kota, jalur hijau jalan, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau kawasan penyangga, dan lain-lain.
2)      Ekstensifikasi RTH  melalui penambahan luas RTH, antara lain; pengembalian lahan-lahan RTH yang telah beralih fungsi menjadi tempat hunian, Pedagang Kaki Lima (PKL), SPBU, dan kegiatan lain yang tidak memiliki ijin, dan rencana pengembangan RTH di beberapa titik kota yang ditentukan.
3)      Melakukan penambahan sarana prasarana dan tenaga operasional di lapangan
4)      Melakukan pengajuan penambahan anggaran dana untuk mendukung dan memaksmalkan dalam upaya pemeliharaan RTH
5)      Pengendalian pemanfaatan ruang melalui proses perijinan yang dilaksanakan di SKPD terkait (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya). Dinas Pemakaman dan Pertamanan turut serta memberikan masukan dan rekomendasi khususnya dalam penataan RTH dan pemeliharaannya.
6)      Meningkatkan komunikasi dan sosialisasi terhadap seluruh lapisan masyarakat tentang pemeliharaan RTH
7)      Meningkatkan pola-pola kemitraan terhadap berbagai stakeholder tentang pengelolaan RTH.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMPERKUAT ILMU SOSIAL MELALUI PENDEKATAN KUALITATIF

MEMPERKUAT ILMU SOSIAL MELALUI PENDEKATAN KUALITATIF Yoga Gandara 1 , Suwarma Al Muchtar ², 1 Mahasiswa Program Studi PKn SPS UPI...